BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di
Indonesia masih sangat tinggi. Hal ini merupakan masalah besar bagi bangsa
Indonesia. Menurut survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002/2003,
AKI adalah 301 untuk setiap 100.000 kelahiran hidup, dan AKB adalah 35 untuk
setiap 1000 kelahiran hidup. Ini merupakan angka tertinggi di ASEAN. Untuk itu
kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah yang paling diprioritaskan dalam penurunan
AKI dan AKB.
Departemen kesehatan itu sendiri telah mengeluarkan beberapa program
kesehatan untuk upaya itu. Salah satunya ialah dibentuk desa siaga yang
didalamnya terdapat Poskesdes (Pos kesehatan Desa). Untuk tenaga yang ada dalam
Poskesdes itu sendiri ialah tenaga kesehatan yaitu 1 orang bidan dan tenaga
masyarakat yaitu 2 orang kader.
Kader merupakan tenaga masyarakat yang dianggap paling dekat dengan
masyarakat itu sendiri, departemen Kesehatan membuat program pelatihan untuk
kader kesehatan agar kader-kader kesehatan didesa siaga nantinya mempunyai
pengetahuan yang lebih. Dengan harapan kader dapat menggerakkkan dan
memperdayakan masayarakat agar tercipta masyarakat yang mandiri untuk hidup
sehat terutama pada Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) guna mencapai penurunan AKI
dan AKB di Indonesia.
Kesehatan merupakan kebutuhan dengan hak setiap insan agar dapat
kemampuan yang melekat dalam diri setiap insan. Hal ini hanya dapat dicapai
bila masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, berperan serta untuk
meningkatkan kemampuan hidup sehatnya.
Kemandirian masyarakat diperlukan untuk mengatasi masalah kesehatannya
dan menjalankan upaya peecahannya sendiri adalah kelangsungan pembangunan. GBHN
mengamanatkan agar dapat dikembangkan suatu sistem kesehatan nasional yang
semakin mendorong peningkatan peran serta masyarakat.
Kemampuan masyarakat perlu ditingkatkan terus menerus untuk menolong
dirinya sendiri dalam mengatasi masalah kesehatan. Kegiatan pembinaan yang di
lakukan oleh bidan sendiri antara lain mempromosikan kesehatan dalam pelayanan
agar peran serta ibu, remaja, wanita, keluarga dan kelompok masyarakat di dalam
upaya kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana meningkat. Ini sebagai bagian
dari upaya kesehatan masyarakat
Apabila masyarakat telah menyadari telah menyadari maslah yang
dihadapinya, maka perlu diberikan informasi umum lebih lanjut tentang maslah
yang bersangkutan
Perubahan dari tahun ke tahun pada umumnya dicapai dengan menyajikan
fakta-fakta dan permasalahannya yang terjadi. Tetapi selain itu juga dengan
mengajukan harapan bahwa masalah tersebut bisa dicegah dan atau dapat diatasi.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan diatas maka kami tertarik untuk mengetahui lebih dalam lagi dan
mengkaji lebih jauh apa yang dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan khususnya bidan dalam menurunkan AKI dan AKB,
yaitu dengan bekerja sama dan membina kader kesehatan.
C. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang cara menggerakkan dan meningkatkan peran serta masyarakat melalui pembinaan kader
D.
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian kader
2. Untuk mengetahui peran dan fungsi kader
3. Untuk mengetahui pembentukan kader
4. Untuk mengetahui Strategi menjaga eksistensi kader
5. Untuk mngetahui pemberitahuan ibu hamil untuk bersalin ditenaga
kesehatan ( promosi bidan siaga)
6. Untuk mngetahui pengenalan tanda bahaya kehamilan, persalinan,
nifas serta rujukan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
![PEMBINAAN KADER Di KOMUNITAS](file:///C:\Users\SONY\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.jpg)
Direktorat Bina Serta Masyarakat Departemen Kesehatan Republik Indonesia
(1992) memberikan batasan kader sebagai warga masyarakat setempat yang dipilih
dan ditinjau oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela. Kader secara
sukarela bersedia berperan melaksanakan dan mengelola kegiatan KB di desa.
Kader merupakan tenaga masyarakat yang dianggap paling dekat dengan
masyarakat departemen kesehatan membuat kebijakan mengenai latihan untuk kader
yang dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, menurunkan angka kematian ibu
dan anak. Para kader kesehatan masyarakat itu seyogyanya memiliki latar
belakang pendidikan yang cukup sehingga memungkinkan mereka untuk membaca,
menulis dan menghitung secara sedarhana.
Kader kesehatan masyarakat bertanggung jawab atas masyarakat setempat
serta pimpinan yang ditujuk oleh pusat-pusat pelayanan kesehatan. Diharapkan
mereka dapat melaksanakan petunjuk yang diberikan oleh para pembimbing dalam
jalinan kerja dari sebuah tim kesehatan.
Para kader kesehatan masyarakat untuk mungkin saja berkerja secara full-time atau part-time dalam bidang pelayanan kesehatan dan mereka
tidak dibayar dengan uang atau bentuk lainnya oleh masyarakat setempat atau
oleh puskesmas. Namun ada juga kader kesehatan yang disediakan sebuah rumah
atau sebuah kamar serta beberapa peralatan secukupnya oleh masyarakat setempat.
B. Peran Fungsi Kader
Peran dan fungsi kader sebagai pelaku penggerakan masyarakat:
1. Perilaku hidup bersih dan sehat
2. Pengamatan terhadap masalah kesehatan didesa
3. Upaya penyehatan dilingkungan
4. Peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita
5. Permasyarakatan keluarga sadar gizi (Kadarzi)
Peran kader kesehatan mempunyai peran besar dalam upaya meningkatkan
kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimal. Kader juga berperan dalam pembinaan masyarakat dibidang kesehatan
melalui kegiatan yang dilakukan di Posyandu. Selain dalam kegiatan Posyandu,
kader juga mempunyai peran dalam kegiatan posyandu, yaitu sebagai berikut:
a. Merencakan kegiatan antara lain menyiapkan dan
melaksanakan survey mawas diri, membahas hasil survey, menentukan maslah dan
kebutuhan kesehatan masyarakat desa, menentukan kegiatan penanggulangan masalah
kesehatan bersama masyarakat, serta membahas pembagian tugas menurut jadwal
kerja.
b. Melakukan komunikasi, memberi informasi, dan
motivasi tatap muka (kunjungan) dengan menggunkan alat peraga serta melakukan
demonstrasi (memberikan contoh)
c. Menggerakkan masyarakat, mendorong masyarakat untuk
bergotong royong, memberi informasi, serta mengadakan kesepakatan kegiatan yang
akan dilaksanakan
d. Memberikan pelayanan, yaitu membagi obat, membantu
pengumpulan bahan pemeriksaan, mengawasi pendatang di desanya dan
melaporkannya, memberikan pertolongan pemantauan penyakit, serta menmberikan
pertolongan pada kecelakaan
e. Melakukan pencatatan seperti berikut ini.
· Keluarga berencana (KB) atau jumlah pasangan usia
subur, jumlah peserta KB aktif
· Kesehatan ibu dan anak, jumlah ibu hamil, vitamin A
yang akan dibagikan
· Imunisasi, seperti jumlah imunisasi tetanus toksoid
(TT) ibu hamil dan jumlah bayi atau balita yang diimunisasikan
· Gizi, seperti jumlah bayi yang mempunyai KMS,
balita yang ditimbang dan yang naik timbangannya
· Diare, seperti jumlah oralit yang dibagikan,
pederita yang ditemukan dan dirijuk
f. Melakukan pembinaan mengenai lama program
keterpaduan KB-kesehatan dan upaya kesehatan lainnya
g. Melakukan kunjungan rumah kepada masyarakat
terutama keluarga binaan
h. Melakukan pertemuan kelompok
C.
Pembentukan Kader
Mekanisme pembentukan kader membutuhkan kerjasama tim. Hal ini
disebabkan karena kader yang akan dibentuk terlebih dahulu harus diberikan
pelatihan kader. Pelatihan kader ini diberikan kepada para calon kader didesa
yang telah ditetapkan. Sebelumnya telah dilaksanakan kegiatan persiapan tingkat desa berupa pertemuan desa,
pengamatan dan adanya keputusan bersama untuk terlaksanakan acara tersebut.
Calon kader berdasarkan kemampuan dan kemauan berjumlah 4-5 orang untuk tiap
posyandu. Persiapan dari pelatihan kader ini adalah:
1. Calon kader yang kan dilatih
2. Waktu pelatihan sesuai kesepakatan bersama
3. Tempat pelatihan yang bersih, terang, segar dan cukup luas
4. Adanya perlengkapan yang memadai
5. Pendanaan yang cukup
6. Adanya tempat praktik ( lahan praktik bagi kader )
Tim pelatihan kader melibatkan dari beberapa sector. Camat otomatis
bertanggung jawab terhadap pelatihan ini, namun secara teknis oleh kepala
puskesmas. Pelaksanaan harian pelatihan ini adalah staf puskesmas yang mampu
melaksanakan. Adapun pelatihannya adalah tenaga
kesehatan, petugas KB (PLKB), pertanian, agama, pkk, dan sector lain.
Waktu pelatihan ini membutuhkan 32 jam atau disesuaikan. Metode yang
digunakan adalah ceramah, diskusi, simulasi, demonstrasi, pemainan peran,
penugasan, dan praktik lapangan. Jenis materi yang disampaikan adalah:
a. Pengantar tentang posyandu
b. Persiapan posyandu
c. Kesehatan ibu dan anak
d. Keluarga berencana
e. Imunisasi
f. Gizi
g. Penangulangan diare
h. Pencatatan dan pelaporan
D.
Strategi menjaga Eksistensi Kader
Setelah kader posyandu terbentuk, maka perlu ada nya strategi agar
mereka dapat selalu eksis membantu masyarakat dibidang kesehatan.
1. Refresing kader posyandu pada saat posyandu telah selesai dilaksanakan
oleh bidan desa maupun petugas lintas sector yang mengikuti kegiatan posyandu
2. Adanya perubahan kader posyandu tiap desa dan dilaksanakan pertemuan
rutin tiap bulan secara bergilir disetiap posyandu
3. Revitalisasi kader posyandu baik tingkat desa maupun kecamatan. Dimana
semua kader di undang dan diberikan penyegaran materi serta hiburan dan bisa
juga diberikan rewards.
4. Pemberian rewards rutin misalnya berupa kartu berobat gratis kepuskes
untuk kader dan keluarganya dan juga dalam bentuk materi yang lain yang
diberikan setiap tahun
Para kader kesehatan yang bekerja dipedesaan membutuhkan pembinaan atau
pelatihan dalam rangka menghadapi tugas-tugas mereka, masalah yang dihadapinya. Pembinaan atau pelatihan tersebut dapat berlangsung selama 6-8 minggu
atau bahkan lebih lama lagi. Salah satu tugas bidan dalam upaya menggerakkan
peran serta masyarakat adalah melaksanakan pembinaan kader. Adapun hal-hal yang perlu disampaikan dalam pembinaan kader adalah :
a. Pemberitahuan ibu hamil
untuk bersalin ditenaga kesehatan ( promosi bidan siaga)
b. Pengenalan tanda bahaya
kehamilan, persalinan dan nifas serta rujukannya.
c. Penyuluhan gzi dan
keluarga berencana
d. Pencatatan kelahiran dan
kematian bayi atau ibu
e. Promosi tabulin, donor
darah berjalan,ambulan desa,suami siaga,satgas gerakan sayang ibu
Disini kami hanya membahas 2 hal yang diatas yaitu pemberitahuan ibu hamil
untuk bersalin ditenaga kesehatan ( promosi bidan siaga) dan pengenalan tanda bahaya
kehamilan, persalinan dan nifas serta rujukannya.
1.
Pemberitahuan ibu hamil untuk bersalin ditenaga kesehatan ( promosi
bidan siaga)
Peran kader dalam “Siap
Antar Jaga”
Peran kader dalam “Siap Antar Jaga” disini yang
dimaksudkan adalah kader melakukan deteksi dini masalah kesehatan ibu dan anak
dengan menggunakan Buku KIA kader harus selalu siap mengantar dan menjaga
apabila ada ibu atau anak yang memerlukan pertolongan dan perawatan tenaga
kesehatan (akan dirujuk). Selain itu juga, kader diharapkan mampu memberitahu
dan membantu keluarga ibu atau anak yang akan dirujuk dalam hal persiapan apa
saja yang harus dibawa ternasuk buku KIA
Pertolongan Pertama Kader
Bila Ada kasus “Resiko Tinggi”
Resiko
tinggi adalah sesuatu yang mengingatkan bahaya terhadap kesehatan. Contohnya
pada ibu hamil. Kader diharapkan dapat mencari faktor-faktor resiko tersebut
pada wanita hamil dalam masyarakat. Beberapa diantaranya dapat membuat
kehamilan lebih berbahaya terhadap ibu dan bayi.
Faktor-faktor
resiko ibu hamil:
1) Usia ibu < 17 tahun
2) Ibu sudah mempunyai anak lebih dari 6 orang
3) Jarak anak terkahir kurang dari 2 tahun dengan
kehamilan yang sekarang
4) Ibu pernah mengalami perdarahan berat saat
melahirkan anak yang terakhir
5) Anak terakhir lahir mati atau segera setelah lahir
6) Anak terakhir lahir teramat kecil (< 2,5 kg)
7) Ibu pernah melahirkan anak kembar
8) Proses kelahiran anak terakhir terlalu sulit
9) Tinggi ibu < 145 cm
10) Berat badan ibu < 45 kg atau > 80 kg
11) Badan ibu tampak pucat dan lemah
12) Ibu menderita penyakit seperti: TBC, jantung,
malaria, kencing manis, ginjal atau pernah mengalami operasi perut
Bila kader menemukan ibu hamil dengan salah satu
faktor resiko tersebut diatas, maka kader harus:
a. Menjelaskan kepada si ibu atau keluarganya tentang
resiko yang dapat terjadi dalam suatu kehamilan
b. Menjelaskan kepada ibu atau keluarganya bahwa ia
perlu diperiksa oleh bidan atau merundingkan dengan keluarga tersebut ketempat
pelayanan kesehatan terdekat, dan seyogyanya kader juga ikut mengantar
2.
Pengenalan tanda bahaya kehamilan, persalinan, nifas serta rujukan
a. Tanda-tanda bahaya kehamilan
Pada
setiap kehamilan perlu di informasikan kepada ibu, suami dan keluarga tentang
timbulnya kemungkinan tanda-tanda bahaya dalam kehamilan
Adanya
tanda-tanda bahaya mengharuskan ibu, suami / keluarga untuk segera membawa ibu
kepelayanan kesehatan / memanggil bidan.
Tanda-tanda bahaya kehamilan meliputi :
1) Perdarahan jalan lahir
2) Kejang
3) Sakit kepala yang berlebihan
4) Muka dan tangan bengkak
5) Demam tinggi menggigil / tidak
6) Keluar air ketuban sebelum waktunya
7) Bayi dalam kandungan gerakannya berkurang atau
tidak bergerak
8) Ibu muntah terus dan tidak mau makan
b. Tanda-tanda bahaya dalam
persalinan
Sebagai akibat dari permasalahan dalam persalinan, kegawatan
dalam persalinan dapat terjadi dengan tanda-tanda sebagai berikut :
1)
Bayi
tidak lahir dalam 12 jam sejak terasa mulas
2)
Perdarahan lewat
jalan lahir
3)
Tali
pusat atau tangan bayi keluar dari jalan lahir
4)
Ibu tidak
kuat mengedan dan mengalami kejang
5)
Air
ketuban keruh dan berbau
6)
Setelah
bayi lahir, plasenta tidak lahir
7)
Ibu
gelisah dan mengalami kesakitan yang hebat
c. Tanda-tanda bahaya pada masa nifas
Pada
masa segera setelah persalinan, kegawatan dapat terjadi baik pada ibu ataupun
bayi. Kegawatan yang dapat mengancam keselamatan ibu baru bersalin adalah
perdarahan karena sisa plasenta dan kontraksi serta sepsis (demam). Pada bayi
yang baru dilahirkan dapat terjadi depresi bayi dan atau trauma
Bila
terjadi kegawatan pada ibu / bayi beri tahu ibu, suami dan keluarga tentang
tatalaksanaan yang dikerjakan dan dampak yang dapat ditimbulkan dari
tatalaksana tersebut. Serta persiapan tindakan rujukan. Tindakan ini perlu
untuk melibatkan ibu, suami dan keluarga sehingga tercapai suatu kerjasama yang
baik.
Apabila
ibu dan bayi sudah berada dirumah, informasikan kepada ibu, suami dan keluarga
bahwa adanya tanda-tanda kegawatan mengharuskan ibu untuk dibawah segera
kesarana pelayanan kesehatan atau menghubungi bidan.
Tanda-tanda kegawatan masa nifas pada ibu.
Tanda-tanda kegawatan masa nifas pada ibu yang perlu diperhatikan
meliputi :
1) Perdarahan banyak atau menetap
2) Rasa lelah yang sangat, mata, bibir dan jari pucat
3) Bengkak pada salah satu atau kedua kaki
4) Rasa sakit pada perut berlebihan dan lokia berbau busuk atau berubah
warna.
5)
Demam tanpa atau dengan menggigil
6)
Adanya kesedihan yang mendalam atau mengalami gangguan jiwa
Adanya
salah satu tanda kegawatan tersebut mengharuskan ibu mendapatkan pelayanan dari
bidan / mencari pertolongan kesarana pelayanan kesehatan.
Tanda-tanda kegawatan
masa nifas pada bayi
Pada
bayi sebagian besar penyebab kematian adalah karena infeksi, asfiksia dan trauma pada bayi. Pengenalan tanda-tanda kegawatan pada bayi
perlu untuk dilakukan penatalaksanaan lebih dini yang sesuai yang dapat
menurunkan kematian tersebut.
Kegawatan
bayi dapat terjadi hari-hari pertama masa nifas dan perlu pertolongan segera
ataupun dalam 7 hari pertama masa nifas yang juga memerlukan pertolongan
disarana pelayanan kesehatan.
Kegawatan bayi beberapa hari setelah persalinan
harus segera dibawah kesarana pelayanan kesehatan / hubungi bidan :
1) Bayi sulit bernafas
2) Warna kulit dan mata kuning
3) Pernafasan lebih dari 60 x / menit
4) Kejang
5) Perdarahan
6) Demam
7) Bayi tidur sepanjang malam dan tidak mau menetek sepanjang hari.
8) Tidak dapat menetek (mulut kaku)
Kegawatan bayi 7 hari pertama masa nifas yang
membutuhkan perawatan bidan / dibawah kesarana pelyanan kesehatan secepatnya :
1)
Hypothermia
2)
Pucat / kurang aktif
3)
Diare / konstipasi
4)
Kesulitan dalam menetek
5)
Mata merah dan bengkak / nanah
6)
Merah pada tali pusat / tercium bau
d. Rujukan
Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas rujukan / fasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap,
diharapkan mampu menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir. Meskipun
sebagian besar ibu akan mengalami persalinan normal namun 10 sampai 15 %
diantaranya akan mengalami masalah selama proses persalinan dan kelahiran bayi
sehingga perlu dirujuk kefasilitas kesehatan rujukan. Sangat sulit untuk
menduga kapan penyakit akan terjadi sehingga kesiapan untuk merujuk ibu dan
atau bayinya kefasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu (jika
penyulit terjadi) menjadi saran bagi keberhasilan upaya penyelamatan, setiap
penolong persalinan harus mengetahui lokasi fasilitas rujukan yang mampu untuk
menatalaksana kasus gawat darurat obstetri dan bayi baru lahir seperti :
1) Pembedahan termasuk bedah sesar
2) Transfuse darah
3) Persalinan menggunakan ekstraksi fakum / cunam
4) Pemberian anti biotik intravena
5) Resusitasi BBL dan asuhan lanjutan BBL
Informasi
tentang pelayanan yang tersedia ditempat rujukan, ketersediaan pelayanan purna
waktu, biaya pelayanan dan waktu serta jarak tempuh ketempat rujukan adalah wajib untuk diketahui oleh setiap penolong persalinan jika terjadi
penyulit, rujukan akan melalui alur yang singkat dan jelas. Jika ibu bersalin /
BBL dirujuk ketempat yang tidak sesuai maka mereka akan kehilangan waktu yang
sangat berharga untuk menangani penyakit untuk komplikasi yang dapat mengancam
keselamatan jiwa mereka pada saat ibu melakukan kunjungan antenatal, jelaskan bahwa penolong akan selalu berupaya dan meminta bekerja sama
yang baik dari suami / keluarga ibu untuk mendapatkan layanan terbaik dan
bermanfaat bagi kesehatan ibu dan bayinya, termasuk kemungkinan perlunya upaya rujukan pada waktu penyulit, seringkali tidak cukup waktu untuk membuat rencana rujukan dan
ketidaksiapan ini dapat membahayakan keselamatan jiwa ibu dan bayinya. Anjurkan
ibu untuk membahas dan membuat rencana rujukan bersama suami dan keluarganya.
Tawarkan agar penolong mempunyai kesempatan untuk berbicara dengan suami dan
keluarganya untuk menjelaskan tentang perlunya rencana rujukan apabila
diperlukan.
Masukan
persiapan-persiapan dan informasi berikut kedalam rencana rujukan :
1) Siapa yang akan menemani ibu dan BBL
2) Tempat-tempat rujukan mana yang lebih disukai ibu dan keluarga? (jika ada
lebih dari satu kemungkinan tempat rujukan, pilih tempat rujukan yang paling
sesuai berdasarkan jenis asuhan yang diperlukan)
3) Sarana transportasi yang akan digunakan dan siapa yang akan
mengendarainya ingat bahwa transportasi harus segera tersedia, baik siang
maupun malam.
4) Orang yang ditunjuk menjadi donor darah jika transfuse darah diperlukan.
5) Oang yang disisihkan untuk asuhan medik, transportasi, obat-obatan dan
bahan-bahan.
6) Siapa yang akan tinggal dan menemani anak-anak yang lain pada saat ibu
tidak diru mah.
Kaji ulang rencana rujukan dengan ibu dan keluarganya. Kesempatan ini
harus dilakukan selama ibu melakukan kunjungan asuhan antenatal / diawal persalinan
(jika mungkin). Jika ibu belum membuat rencana rujukan selama kehamilannya,
penting untuk dapat mendiskusikan rencana tersebut dengan ibu dan keluarganya
diawal persalinan. Jika timbul masalah pada saat persalinan dan rencana rujukan
belum dibicarakan maka sering kali sulit untuk melakukan semua
persiapan-persiapan secara cepat. Rujukan tepat waktu merupakan unggulan asuhan
sayang ibu dalam mendukung keselamatan ibu dan BBL.
Singkatan BAKSOKU dapat digunakan untuk mengingat hal-hal penting dalam mempersiapkan
rujukan untuk ibu dan bayi.
· B (Bidan) :
Pastikan
bahwa ibu dan bayi baru lahir didampingi oleh penolong persalinan yang kompeten
untuk menatalaksana gawat darurat obstetri dan BBL untuk dibawah kefasilitas
rujukan.
· A (Alat) :
Bawa
perlengkapan dan bahan-bahan untuk asuhan persalinan, masa nifas dan BBL
(tabung suntik, selang iv, alat resusitasi, dll) bersama ibu ketempat rujukan.
Perlengkapan dan bahan-bahan tersebut mungkin diperlukan jika ibu melahirkan
dalam perjalanan menuju fasilitas rujukan
· K (Keluarga) :
Beri
tahu ibu dan keluarga mengenai kondisi terakhir ibu dan bayi dan mengapa ibu
dan bayi perlu dirujuk. Jelaskan pada mereka alas an dan tujuan merujuk ibu
kefasilitas rujukan tersebut. Suami / anggota keluarga yang lain harus menemani
ibu dan BBL hingga kefasilitas rujukan.
S
(Surat) :
Berikan
surat ketempat rujukan. Surat ini harus memberikan identifikasi mengenai ibu
dan BBL, cantumkan alas an rujukan dan uraikan hasil penyakit, asuhan /
obat-obatan yang diterima ibu dan BBL. Sertakan juga partograf yang dipakai
untuk membuat keputusan klinik
O
(Obat) :
Bawa
obat-obatan esensial pada saat mengantar ibu kefasilitas rujukan. Obat-obatan
tersebut mungkin diperlukan selama diperjalanan.
K
(Kendaraan) :
Siapkan
kendaraan yang paling memungkinkan untuk merujuk ibu dalam kondisi cukup
nyaman. Selain itu, pastikan kondisi kendaraan cukup baik untuk mencapai tujuan
pada waktu yang tepat.
U
(Uang) :
Ingatkan
keluarga agar membawah uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli obat-obatan
yang diperlukan dan bahan-bahan kesehatan lain yang diperlukan selama ibu dan
bayi baru lahir tinggal difasilitas rujukan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kader kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang dipilih
oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-masalah kesehatan
perseorangan maupun masyarakat untuk berkerja dalam hubungan yang amat dekat
dengan tempat-tempat pemberian pelayanan kesehatan (WHO, 1995)
Peran kader kesehatan mempunyai peran besar dalam upaya meningkatkan
kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimal, seperti pemberitahuan ibu hamil untuk bersalin di tenaga kesehatan dan
pengenalan tanda bahaya kehamilan, persalinan dan nifas serta rujukan
B. Saran
1)
Sebagai seorang
calon bidan kita harus mngetahui langkah atau strategi apasaja yang hendaknya
kita lakukan untuk menekan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB)
2)
Setelah mempelajari
sub bab mengenai pembinaan kader kesehatan, nantinya kita bisa melakukan mitra
dengan kader (masyarakat) dalam menjalankan tugas kita sebagai petugas
kesehatan sehingga tercapailah program pemerintah dalam memerangi angka AKI dan
AKB tersebut
DAFTAR PUSTAKA
Karwati, dkk. Asuhan Kebidanan V (Kebidanan Komunitas). 2011.
Jakarta: Trans Info Media
Meilani, niken, dkk. Kebidanan Komunitas. 2009. Yogyakarta: Fitramaya
Yayasan Pendidikan Kesehatan
Perempuan. 2006. Perspektif Gender dan
HAM dalam Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta: Yayasan
pendidikan kesehatan Perempuan.
Yulifah, Rita dkk. 2009. Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta:
Salemba Medika
Runjati. 2010. Asuhan kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC